Minggu, 05 Juni 2016

Analisa Praktisi PR saat terjadi kecelakaan perlintasan kereta api



Analisis Kasus oleh Galih Kuneirni

Berdasarkan konsep Cuplip & Center tindakan yang harus di ambil oleh Praktisi PR / Humas PT Kereta Api Indonesia saat terjadi kecelakaan di perlintasan kereta api,Yaitu:

1.      Penelitian dan mendengarkan (Fact Finding)
a)      Menganalisis perilaku umum dan hubungan organisasi terhadap lingkungan.
b)      Menganalalisis tingkat opini publik, Baik intern dan ekstern.
2.      Perencanaan dan mengambil keputusan (Planning-Decision)
a)      Menentukan formulasi dan merumuskan kebijakan-kebijakan.
b)      Merencankan alat/cara yang sesuai untuk meningkatkan atau mengubah perilaku kelompok masyarakat sasaran.
Contoh: -  Dibuatnya sistem untuk mematikan mesin motor sejauh 10meter dari jarak palang pintu.
-          Palang pintu perlintasan kereta api dibuat dari benda tajam seperti pisau sehingga bila ada yang melanggar dan motornya terjepit seketika juga motor tersebut dapat patah.
3.      Mengkomunikasikan dan pelaksanaan (communicating-action)
a)      Menentukan dan memahami secara benar perilaku tiap-tiap kelompok terhadap organisasi.
b)      Menjalankan dan melaksanakan aktivitas sesuai dengan program yang telah direncanakan.
4.      Mengevaluasi (Evaluating) 7
a)      Mengantisipasi kecenderungan permasalahan yang potensial,kebutuhan, dan kesempatan-kesempatan.
b)      Menerima umpan balik untuk dievaluasi dan mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.

Tindakan yang harus di ambil oleh Praktisi PR / Humas PT Kereta Api Indonesia saat terjadi kecelakaan di perlintasan kereta api,Yaitu:
1.      Penelitian dan mendengarkan (Fact Finding)
Humas melakukan research di tempat kejadian, mendengarkan penuturan warga /saksi mata perkara atas kronologis kejadian, mencari hasil /bukti dari sumber yang ada.
2.      Perencanaan dan mengambil keputusan (Planning-Decision)
Humas harus sigap dengan setiap kejadian, menentukan langkah penanganan atas lokasi yang dinilai banyak menimbulkan kecelakaan, mengkroscek ulang sistem keamanan apakah sudah sesuai dengan SOP yang telah di tetapkan.
3.      Mengkomunikasikan dan pelaksanaan (communicating-action)
Berkomunikasi / sosialisasi dengan pihak PEMDA dan masyarakat setempat tentang pentingnya keselamatan.
4.      Mengevaluasi (Evaluating)
Perlunya pengkajian ulang untuk masalah perlintasan kereta api yang masih terbilang kurang memenuhi syarat keamanan.
Kesimpulan:
Teori Cutlip & Center landasan program kerja PR Penelitian dan mendengarkan (Fact Finding), Perencanaan dan mengambil keputusan (Planning-Decision), Mengkomunikasikan dan pelaksanaan (communicating-action) sifatnya Intern (dalam perusahaan) sedangkan Mengevaluasi (Evaluating) sifatnya ekstern karena sudah terjadi kecelakaan dan ada sistem/alat yang dirasa kurang berfungsi secara optimal.
Menurut saya, Humas harus melakukan observasi di lokasi kejadian untuk mencari fakta-fakta yang ada merencanakan kebijakan yang diterapkan oleh PT KAI terkait perlintasan Kereta, serta mensosialisasikan atas perencanaan kebijakan yang sudah ada.
Faktor SDM operator (human error) 35%, faktor sarana 23%, faktor eksternal 20%, faktor prasarana 18% dan faktor alam hanya 4%. Dari data tersebut disimpulkan bahwa faktor teknis (sarana dan prasarana) merupakan faktor terbesar penyebab kecelakaan kereta api. 1
Beberapa contoh kecelakaan kereta api karena faktor teknis (sarana dan prasarana) yaitu :
1.      Kecelakaan antara KA Barang Rangkaian Panjang (Babaranjang) dengan KA Fajar Utama di Bandar Lampung yang disebabkan sistem pengereman otomatis tidak bekerja sempurna karena tidak dirawat.2
2.      Anjloknya KA 1404 yang mengangkut barang yang disebabkan bantalan rel yang lapuk bahkan cenderung hancur sehingga tidak berfungsi dengan baik. 3

Rentetan kecelakaan kereta api di atas merupakan contoh kecelakan karena faktor teknis (sarana dan prasarana) dan faktanya masih banyak lagi contoh kecelakaan karena faktor penyebab lainnya.

Pakar Kereta Api dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Harun Al Rasyid berpendapat mengenai kecelakaan kereta di Bogor 4 Agustus 2009 tersebut:
“Pemerintah dan operator kereta api harus didesak untuk memperbaiki manajemen angkutan massal itu. Selama ini kecelakaan cenderung ditimpakan kepada kesalahan orang (human error). Namun, tidak ditelusuri lebih lanjut apa penyebabnya. Jangan sampai hanya masinisnya yang disalahkan. Departemen Perhubungan dan operator (kereta api) harus memenuhi janjinya untuk menjalankan road map to zero accident (menihilkan kecelakaan). Khususnya Kereta Api karena hampir tiap minggu kita dengar ada kereta anjlok.”4

Menanggapi kecelakaan kereta api yang sering terjadi, Bob Asep Saefudin, Koordinator Komite Pemerhati Keselamatan Transportasi (KPKT) berpendapat :
“Jangan pikirkan laba terus, KAI harus memperhatikan keselamtan penumpang. Buktinya banyak kecelakaan yang terjadi. Terakhir, peristiwa tabrakan kereta di Bogor. Dephub jangan diam, benahi KAI. Harusnya armada transportasi pelayan public itu mendapat anggaran khusus untuk perbaikan dan perawatan yang baik. Jangaan cuma mikirin untung. Ini masalah nyawa soalnya.”5

Senada dengan Bob Asep Saefudin, Direktur Eksekutif Indonesian Railway Watch (IRW) Taufik Hidayat menyatakan :
“Kecelakaan kereta api disebabkan oleh lemahnya manajemen transportasi publik. Beberapa faktor pemicu kecelakaan, antara lain adalah minimnya pemeliharaan sarana dan prasarana. Apabila hal yang sama terjadi berulang tanpa adanya perbaikan, maka yang perlu dibedah dan diperbaiki adalah manajemen tingkat atas terlebih dahulu.6

Opini publik yang berkembang terhadap PT KAI yang merupakan sebuah ancaman bagi PT KAI, karena dapat menyebabkan krisis kepercayaan pada masyarakat. Opini publik yang berkembang tersebut merupakan dampak dari krisis yang terjadi, dalam hal ini kecelakaan kereta api yang terjadi di Bogor lalu. dalam menangani krisis kecelakaan Kereta tersebut, humas mempunyai peran yang signifikan dalam pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan masalah tindakan komunikasi kepada stakeholder.

Strategi komunikasi yang harus dijalankan oleh humas PT KAI yaitu dengan melakukan penelitian (Research) tentang opini, sikap dan reaksi dari stakeholder dan mereka yang berkepentingan terkait insiden kecelakaan tersebut.

Humas melakukan research opini publik dengan memonitoring semua pemberitaan media. Setelah melakukan Research, lalu perencanaan (Planning), yaitu humas melakukan pengolahan ataupun pengerjaan hasil temuan research sebagai landasan dan arah program komunikasi yang akan dijalankan.

Melakukan tindakan (Action) dari perencanaan program yang telah disusun, dalam hal ini humas melaksanakan program publikasi media, yaitu dengan konferensi pers dan talkshow.
Kemudian diakhiri dengan penilaian (Evaluation) dari hasil kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut. Evaluasi tersebut melibatkan seluruh jajaran unit di PT KAI yang bertujuan untuk memonitoring apakah sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan.



REFERENSI

1.      Ibid
2.      Tempo Interaktif 20 November 2007.
3.      www.gatra.com edisi 12 November 2004.
4.      Tempo Interaktif 4 Agustus 2009. Dapat dilihat di
5.      Surat Kabar Harian Nonstop, 13 Agustus 2009.
6.      Surat Kabar Harian Kompas, 7 Agustus 2009
7.      Scott M Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relation, 2000, hlm. 340

Tidak ada komentar:

Posting Komentar