Analisis Kasus oleh Galih Kuneirni
Berdasarkan konsep Cuplip & Center
tindakan yang harus di ambil oleh Praktisi PR / Humas PT Kereta Api Indonesia
saat terjadi kecelakaan di perlintasan kereta api,Yaitu:
1. Penelitian
dan mendengarkan (Fact Finding)
a) Menganalisis
perilaku umum dan hubungan organisasi terhadap lingkungan.
b) Menganalalisis
tingkat opini publik, Baik intern dan ekstern.
2. Perencanaan
dan mengambil keputusan (Planning-Decision)
a) Menentukan
formulasi dan merumuskan kebijakan-kebijakan.
b) Merencankan
alat/cara yang sesuai untuk meningkatkan atau mengubah perilaku kelompok
masyarakat sasaran.
Contoh: - Dibuatnya sistem untuk mematikan mesin motor
sejauh 10meter dari jarak palang pintu.
-
Palang pintu perlintasan kereta api
dibuat dari benda tajam seperti pisau sehingga bila ada yang melanggar dan
motornya terjepit seketika juga motor tersebut dapat patah.
3. Mengkomunikasikan
dan pelaksanaan (communicating-action)
a) Menentukan
dan memahami secara benar perilaku tiap-tiap kelompok terhadap organisasi.
b) Menjalankan
dan melaksanakan aktivitas sesuai dengan program yang telah direncanakan.
4. Mengevaluasi
(Evaluating) 7
a) Mengantisipasi
kecenderungan permasalahan yang potensial,kebutuhan, dan kesempatan-kesempatan.
b) Menerima
umpan balik untuk dievaluasi dan mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.
Tindakan
yang harus di ambil oleh Praktisi PR / Humas PT Kereta Api Indonesia saat
terjadi kecelakaan di perlintasan kereta api,Yaitu:
1. Penelitian
dan mendengarkan (Fact Finding)
Humas
melakukan research di tempat
kejadian, mendengarkan penuturan warga /saksi mata perkara atas kronologis
kejadian, mencari hasil /bukti dari sumber yang ada.
2. Perencanaan
dan mengambil keputusan (Planning-Decision)
Humas harus sigap dengan setiap
kejadian, menentukan langkah penanganan atas lokasi yang dinilai banyak
menimbulkan kecelakaan, mengkroscek ulang sistem keamanan apakah sudah sesuai
dengan SOP yang telah di tetapkan.
3. Mengkomunikasikan
dan pelaksanaan (communicating-action)
Berkomunikasi / sosialisasi dengan
pihak PEMDA dan masyarakat setempat tentang pentingnya keselamatan.
4. Mengevaluasi
(Evaluating)
Perlunya pengkajian ulang untuk
masalah perlintasan kereta api yang masih terbilang kurang memenuhi syarat
keamanan.
Kesimpulan:
Teori Cutlip & Center landasan
program kerja PR Penelitian dan mendengarkan (Fact Finding), Perencanaan dan
mengambil keputusan (Planning-Decision), Mengkomunikasikan dan pelaksanaan
(communicating-action) sifatnya Intern (dalam perusahaan) sedangkan
Mengevaluasi (Evaluating) sifatnya ekstern karena sudah terjadi kecelakaan dan
ada sistem/alat yang dirasa kurang berfungsi secara optimal.
Menurut saya, Humas harus melakukan
observasi di lokasi kejadian untuk mencari fakta-fakta yang ada merencanakan
kebijakan yang diterapkan oleh PT KAI terkait perlintasan Kereta, serta
mensosialisasikan atas perencanaan kebijakan yang sudah ada.
Faktor
SDM operator (human error) 35%, faktor sarana 23%, faktor eksternal 20%,
faktor prasarana 18% dan faktor alam hanya 4%. Dari data tersebut disimpulkan
bahwa faktor teknis (sarana dan prasarana) merupakan faktor terbesar penyebab
kecelakaan kereta api. 1
Beberapa
contoh kecelakaan kereta api karena faktor teknis (sarana dan prasarana) yaitu
:
1.
Kecelakaan antara KA Barang Rangkaian
Panjang (Babaranjang) dengan KA Fajar Utama di Bandar Lampung yang disebabkan sistem
pengereman otomatis tidak bekerja sempurna karena tidak dirawat.2
2.
Anjloknya KA 1404 yang mengangkut barang
yang disebabkan bantalan rel yang lapuk bahkan cenderung hancur sehingga tidak
berfungsi dengan baik. 3
Rentetan
kecelakaan kereta api di atas merupakan contoh kecelakan karena faktor teknis
(sarana dan prasarana) dan faktanya masih banyak lagi contoh kecelakaan karena
faktor penyebab lainnya.
Pakar
Kereta Api dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Harun Al Rasyid berpendapat
mengenai kecelakaan kereta di Bogor 4 Agustus 2009 tersebut:
“Pemerintah
dan operator kereta api harus didesak untuk memperbaiki manajemen angkutan
massal itu. Selama ini kecelakaan cenderung ditimpakan kepada kesalahan orang
(human error). Namun, tidak ditelusuri lebih lanjut apa penyebabnya. Jangan
sampai hanya masinisnya yang disalahkan. Departemen Perhubungan dan operator
(kereta api) harus memenuhi janjinya untuk menjalankan road map to zero
accident (menihilkan kecelakaan). Khususnya Kereta Api karena hampir tiap minggu
kita dengar ada kereta anjlok.”4
Menanggapi
kecelakaan kereta api yang sering terjadi, Bob Asep Saefudin, Koordinator
Komite Pemerhati Keselamatan Transportasi (KPKT) berpendapat :
“Jangan
pikirkan laba terus, KAI harus memperhatikan keselamtan penumpang. Buktinya
banyak kecelakaan yang terjadi. Terakhir, peristiwa tabrakan kereta di Bogor.
Dephub jangan diam, benahi KAI. Harusnya armada transportasi pelayan public itu
mendapat anggaran khusus untuk perbaikan dan perawatan yang baik. Jangaan cuma
mikirin untung. Ini masalah nyawa soalnya.”5
Senada
dengan Bob Asep Saefudin, Direktur Eksekutif Indonesian Railway Watch (IRW)
Taufik Hidayat menyatakan :
“Kecelakaan
kereta api disebabkan oleh lemahnya manajemen transportasi publik. Beberapa
faktor pemicu kecelakaan, antara lain adalah minimnya pemeliharaan sarana dan
prasarana. Apabila hal yang sama terjadi berulang tanpa adanya perbaikan, maka
yang perlu dibedah dan diperbaiki adalah manajemen tingkat atas terlebih
dahulu.6
Opini
publik yang berkembang terhadap PT KAI yang merupakan sebuah ancaman bagi PT
KAI, karena dapat menyebabkan krisis kepercayaan pada masyarakat. Opini publik
yang berkembang tersebut merupakan dampak dari krisis yang terjadi, dalam hal
ini kecelakaan kereta api yang terjadi di Bogor lalu. dalam menangani krisis
kecelakaan Kereta tersebut, humas mempunyai peran yang signifikan dalam
pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan masalah tindakan komunikasi
kepada stakeholder.
Strategi
komunikasi yang harus dijalankan oleh humas PT KAI yaitu dengan melakukan
penelitian (Research) tentang opini, sikap dan reaksi dari stakeholder
dan mereka yang berkepentingan terkait insiden kecelakaan tersebut.
Humas
melakukan research opini publik dengan memonitoring semua pemberitaan
media. Setelah melakukan Research, lalu perencanaan (Planning), yaitu
humas melakukan pengolahan ataupun pengerjaan hasil temuan research sebagai
landasan dan arah program komunikasi yang akan dijalankan.
Melakukan
tindakan (Action) dari perencanaan program yang telah disusun, dalam hal
ini humas melaksanakan program publikasi media, yaitu dengan konferensi pers
dan talkshow.
Kemudian
diakhiri dengan penilaian (Evaluation) dari hasil kegiatan yang telah
dilaksanakan tersebut. Evaluasi tersebut melibatkan seluruh jajaran unit di PT
KAI yang bertujuan untuk memonitoring apakah sesuai dengan tujuan yang telah di
tetapkan.
REFERENSI
1.
Ibid
2. Tempo
Interaktif 20 November 2007.
3. www.gatra.com
edisi 12 November 2004.
4. Tempo
Interaktif 4 Agustus 2009. Dapat dilihat di
5. Surat
Kabar Harian Nonstop, 13 Agustus 2009.
6. Surat
Kabar Harian Kompas, 7 Agustus 2009
7. Scott
M Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relation, 2000,
hlm. 340
Tidak ada komentar:
Posting Komentar